Sabtu, 21 Agustus 2010

Upacara Sepakbola

Ceritera tentang uniknya menolong pemain sepakbola dan menolong peserta upacara. 
Sebagai KSR yang tergabung dalam team pertolongan pertama (PP) di markas  tentu saja setiap kali harus terjun ke berbagai arena. Tugasnya jelas memberi pertolongan pertama, terutama kepada yang membutuhkan. Jika dalam sebuah kegiatan yang melibatkan banyak orang team PMI menerjunkan KSR-nya. Barangkali dengan melihat kelebat petugas PMI orang akan sedikit tenang, sedikit nyaman, bahwa ada petugas penolong yang siap menolong. Kita di Purbalingga juga selalu diaktifkan dalam berbagai acara.
Kegiatan yang sering adalah upacara di alun-alun, di pertunjukkan, di berbagai arak-arakan, semacam pawai atau karnaval dan juga pertandingan sepakbola.
Ada sedikit beda antara tugas di lapangan upacara dan di lapangan sepakbola. Persamaannya jelas, sama-sama tugas kemanusiaan, seragamnya sama, niatnya juga sama. Bedanya tentu saja arena dan suasananya.

Di lapangan sepakbola atmosfir emosi sangat kental. Baik di pinggir lapangan maupun yang di tengah lapangan. Di pinggir lapangan penonton bisa saling ejek, surak-surak, teriak-teriak, mengibar-kibarkan bendera. Di tengah lapangan para pemain sangat serius, wasit menahan emosi, penjaga garis di titik rawan, salah memutuskan sikap ia akan bisa langsung terkena imbas emosi dari penonton yang berada dua meter di belakangnya.
Uniknya sebagai petugas PP kadang terkecoh oleh polah pemain. Jebret....! Seakan-akan ada sebuah peristiwa pelanggaran, yang di kakilah, di wajahlah, di dadalah, di paha .... guling..guling ... guling...! Rintihan dan desis terdengar di tengah lapangan. Gigi diperlihatkan, seakan meringis kesakitan. Lalu wasit melepas peluit dari mulutnya, kedua tangannya diturunkan sejajar paha, lalu diangkat berkali-kali sebagai kode agar pemain tersebut mendapat pertolongan dengan cara ditandu keluar lapangan. Hup! Memalukan, diving! Tidak cedera, tidak sakit, pura-pura belaka. Maka petugas PP terkecoh. Terburu-buru membawa tandu ke dekat pemain akhirnya balik lagi ke pinggir lapangan tanpa pasien.
Kalau di upacara bendera beda. Emosinya datar-datar saja. Mereka diminta mengikuti upacara dengan hikmat, dengan hati damai, dengan hati ikhlas diterpa terik matahari. Petugas PP menempatkan diri di belakang barisan. Nah di sini uniknya, peserta upacara yang sakit, tidak tahan terik matahari, tidak tahan berdiri lama dan peserta yang pura-pura sakit cenderung bersedia untuk ditandu. Kalau pemain sepakbola cenderung tidak mau ditandu. Kecuali pemain yang sudah haus banget, maka ketika di atas tandu dia sempat minum. Sampai di pinggir lapangan dia bangun dan lari ke tengah lapangan, main lagi. Gaya banget mbokan?! Di upacara justru kebalikannnya. Barangkali karena petugasnya umumnya cowok, sehingga yang sakit atau pura-pura sakit umumnya cewek. Jadinya yaah seneng saja ngejalaninnya.
Maksudnya? Yaaah.. yang cowok jadi kenal cewek, yang cewek jadi digotong cowok.
Ngawur......! Jelas pendapat ngawuuurrrr!
He, he, pokoknya yang penting seneng, bahagia, bombong!
Salam Relawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

header

header