Jumbara Daerah PMI Provinsi
Jawa Tengah pada tanggal 5 – 10 Juli
2012 telah berlalu. Ada kenangan yang mengusik hati untuk menuliskannnya
sebagai sebuah memori. Barangkali dapat disebut sebagai, “Memory of Widoro 2012”.
Bagi saya upacara pembukaan Jumpa Bhakti Gembira
(Jumbara) Palang Merah Remaja (PMR) dan Temu Karya Korps Sukarela (KSR) PMI
Tingkat Jawa Tengah tahun 2012 di Bumi Perkemahan Widoro Karangsambung, Kebumen
telah berlangsung dengan meriah dan mencengangkan.
Hari itu Jumat (6/7). Wakil
Gubernur Jateng Dra Hj
Rustriningsih, MSi yang menjadi pembina upacara pembukaan. Secara simbolik
membuka kegiatan yang berlangsung hingga hari Selasa (10/7). Di tribun
kehormatan hadir juga Ketua Pengurus PMI Jateng H. Sasongko Tedjo, SE, MM; Kepala
Bakorwil III Jateng, Ir. Satrio Hidayat;
Bupati Kebumen, H. Buyar Winarso, SE; Kapolres, AKBP Heru Trisasono, SIK, MSi;
Dandim 0709, Letkol. Inf. Dany Rakca Andalasawan, SAP; Ketua DPRD Kabupaten Kebumen,
Ir. Budi Hianto Susanto, dan jajaran
forum komunikasi pimpinan daerah. Berjajar pula para Pengurus PMI Jateng dan Ketua
PMI Kabupaten/Kota se Jawa Tengah.
Meriah dan mencengangkan I
Devile kontingen sungguh
sangat meriah. Barisan yang mengular diawali oleh Kabupaten Blora dan diakhiri
oleh Kabupaten Purworejo. Tiap-tiap kontingan dari 35 kabupaten/kota
menampilkan ciri khas masing-masing. Baik melalui unsur seragam, pakaian, kesenian
tradisional, makanan khas, kerajinan khas, pakaian adat, cerita rakyat sampai
pada alat musik dengan bunyi yang khas pula. Meriah!
Jika satu kontingen memerlukan
waktu dua menit maka perlu waktu 70 menit untuk sampai ke kontingen terakhir.
Rupanya waktu sangat diperhatikan oleh petugas pengatur barisan. Tampak begitu
sibuknya petugas memberi aba-aba agar seluruh kontingen berjalan cepat. Upacara
harus segera dimulai. Tribun menghadap ke timur, saat itu sinar matahari sudah
menyentuh deretan tamu penting. Acara tingkat Jawa Tengah dengan Pembina
Upacara Wakil Gubernur pasti memiliki tingkat ke-protokoler-an yang tinggi.
Semua demi kenyamanan dan keamanan para petinggi yang hadir.
Saya sungguh tercengang ketika
di depan para tamu undangan, dari antara peserta devile, dengan tenang,
bergeruduk, rame-rame, tanpa mengindahkan
sifat keprotokoleran, mendekati Wakil Gubernur Jateng Dra. Hj. Rustriningsih, MSi, berjabat tangan, bahkan
ada pula yang memberi cendera mata.
Dimana etika dan aturan
protokoler saat itu berada? Entah dimana! Barangkali karena acara ini kegiatan
PMI, maka yang menjadi pedoman adalah Tujuh Prinsip Palang Merah: kemanusiaan,
kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan;
semua yang hadir dianggap sederajat. Bahasa Italianya: Siamo tutti frateli;
semua adalah saudara. Baguslah!
Meriah dan mencengangkan II
Tahapan acara yang beruntun
adalah: Pengibaran bendera Jumbara, Pengucapan 7 Prinsip PM dan Tri Bhakti PMR,
Penyematan Tanda Peserta, Penekanan tombol sirine, Pembukaan Selubung Maskot
Walet, lima kegiatan yang hampir beruntun ini disambut sangat meriah oleh para
peserta dan terutama para juru foto. Juru foto resmi dari media, juru foto dari
panitia, dari Pembina, dan dari siapapun yang pegang kamera boleh maju,
mendekati obyek foto yang ada di tengah lapangan upacara.
Saya melihat orang “pating
seteyap” menuju obyek foto, sehingga yang lebih tampak adalah bagian belakang
mereka, dari pada petugas upacara yang sedang melaksanakan tugas. “Dimana etika
mereka di upacara yang sangat resmi ini?” Jawabnya: Siamo tutti frateli; semua
adalah saudara!
Ketika acara doa, setelah buka
selubung wallet, saya tidak sempat berdoa penuh. Sebab saya tercengang-cengang.
Di saat mayoritas peserta upacara dan Pembina Upacara, Wakil Gubernur Jateng Dra. Hj. Rustriningsih, MSi, menundukkan
kepala, takzim menghayati doa yang dibacakan oleh petugas doa, ternyata di bawah
Maskot Walet ada tujuh orang dengan atribut peserta Jumbara, asyik berfoto-ria.
Mereka bergantian mengambil gambar, berbagai pose dan sudut kamera yang
diubah-ubah. Mereka bertujuh jelas di arena upacara, sepuluh meter dari pembina upacara. Sementara itu lima meter dari tempat saya berdiri, seorang PMR
Wira putra, berlagak membagikan uang di atas tangan PMR Wira Putri yang sedang
khusuk menadahkan kedua tangannya. Astaghfirullahaladzim. Mengingat Siamo tutti frateli, semua adalah saudara, saya pun
bertanya dalam hati, “Dimana etikamu, Saudaraku?
Meriah dan mencengangkan III
Puncak kemeriahan justru pada
suguhan tari kuda lumping (ebeg) kolosal oleh anak-anak SD dan kemudian
Simulasi Gempa Bumi di sebuah sekolah, di akhir acara. Tari kuda lumping dilakukan
oleh sekitar 200-an anak SD. Tentu dari berbagai SD. Terlihat dari seragam
sekolah saat gladi bersih.
Musik ebeg, live, pun
berbunyi, sang penari kecil-kecil berbaris rapi ke tengah arena. Sang pembina
yang pakai jaket hitam ikut masuk arena dan mengatur siswanya. Menurut saya pembina
ini harusnya dandan penari, jadi matching dengan perannya. Apa bedanya latihan
dengan tampil resmi?
Seiring dengan nada riang musik ebeg, agak
mirip dengan musik reog, pertunjukkan pun sangat meriah. Di antara penari kecil-kecil
ini ternyata nimbrung pula para peserta dari kontingan: personel yang pakai
topeng, yang pakai atribut penari, yang berperan sebagai wayang, dan lain-lain.
Mencengangkan di arena
pertunjukkan ini ternyata terdapat penari ebeg, dolalak, bawor, tari topeng,
tari 5 gunung, baruklinting, barongsai, wayang orang, campur aduk dengan
puluhan ibu-ibu yang membawa kamera untuk mengambil gambar anaknya dari jarak
dekat. Campur aduk tapi sungguh meriah.
Banyaknya orang di tengah
lapangan ini tak usai juga, sampai saat pertunjukkan simulasi gempa bumi. Banyak
orang di arena pertunjukkan. Saya sulit mengenali mana yang berperan jadi anak
sekolah, jadi guru, jadi penolong, jadi KSR, mereka baur dengan para juru foto
amatir. Anak-anak SD sudah berlatih berhari-hari, anak PMR Wira juga. Merasa sukseskah
mereka tampil di upacara pembukaan ini?
Yang jelas mereka semua
saudara!
Meriah dan mencengangkan IV
Usai sudah upacara pembukaan.
Matahari cepat sekali berjalan. Sebentar kemudian matahari hampir menyentuh
puncak langit. Sholat Jumat! Setiap laki-laki muslim diwajibkan untuk sholat
Jumat. Dimana kita sholat Jumat? Ah, barangkali di mushola besar, atau di
lapangan yang teduh? Adakah air untuk wudhu? Astaghfirulloh, tak ada sholat
Jumat di Bumi Perkemahan Widoro. Dan semua seakan menuju satu masjid di utara
perkemahan.
Masjid pun segera penuh dengan
jamaah tiban. Tak ada tempat tersisa. Jejel riyel. Mereka yang membawa tikar
segera digelar, di segala tempat, asal memenuhi syarat sebagai jamaah. Tempat
dekat wudhu yang becek terdapat jamaah. Sandal, sepatu tak tampak lagi. Di
atasnya digelari tikar untuk berjamaah. Saya tercengang! “Sulitkah menyiapkan
petugas dan tempat untuk sholat Jumat di perkemahan?” Tak tahulah! Sioma tutti
frateli, semua adalah saudara.
Nah, satu yang saya tak paham.
Bagi yang paham, tolong
jelaskan kenapa di perkemahan Jumbara kata SIAMO menjadi salam pembuka dan
salam penutup setelah petugas informasi menyampaikan pengumuman! Saya tidak
paham Bahasa Italia, tapi ketika membuka translate.google.co.id; siamo = adalah; tutti = semua; fratelli = saudara. Ketika dirangkai: SIAMO
TUTTI FRATELLI = Kita semua adalah
saudara.
Lah, akan ikutan memberi salam
SIAMO jadi ragu, sebab terjemahannya “adalah”, bahasa Banyumasanne “adalah” angger
ora salah “mbokan” utawa “toli”. Siamo tutti fratelli = kabeh
penginyongan toli sedulur = kabeh
penginyongan mbokan sedulur.
Salam Siamo! Salam Mbokan!
Mbokan salah!
Terimakasih untuk semuanya. Tulisan ini hanya sekedar kenangan. Hemat kami, protokoler adalah hal yang penting, dan etika beraktivitas juga perlu untuk dicermati. Untuk menjadi perhatian bagi rekan-rekan yang kemarin lupa menjaga etika. Mohon maaf kepada Kebumen, kamilah yang telah lupa diri.
Kebumen telah menjadi tuan rumah yang baik dan ramah.
Mohon maaf jika tidak berkenan dengan tulisan ini!
Salam!
Kebumen telah menjadi tuan rumah yang baik dan ramah.
Mohon maaf jika tidak berkenan dengan tulisan ini!
Salam!
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus